Wanita
itu tidak lemah. Citra ini terlihat nyata dalam diri Nusaibah binti Ka’ab. Dia
adalah satu di antara sedikit wanita pada masa Rasulullah yang berjuang dari
satu perang ke peperangan lainnya. Bersama suami dan anak-anaknya, Nusaibah
senantiasa terlibat dalam berbagai peperangan. Kiprahnya berawal di perang
Uhud.
Saat itu ia meminta izin kepada Rasulullah untuk ikut berperang. Namun
Rasulullah mencegahnya. Ia hanya diizinkan untuk merawat tentara yang terluka.
Rasulullah mengatakan padanya bahwa merawat luka pasukan, pahalanya sama dengan
terlibat langsung dalam pertempuran. Nusaibah pun menahan keinginannya itu.
Dengan penuh kesungguhan, ia melaksanakan perintah Rasulullah itu.
Situasi berubah saat pasukan kaum Muslimin tercerai berai. Apalagi ketika itu Rasulullah menjadi sasaran langsung pasukan musuh. Nusaibah tak tahan lagi, dengan segera ia menghunus pedang dan terjun ke medan perang untuk melindungi Rasulullah. Sejumlah pasukan musuh berhasil ia lumpuhkan, dan ia pun menderita luka yang sangat banyak. Nusaibah pulang dari perang Uhud dengan 12 tusukan di tubuhnya, dan 1 luka yang sangat parah di bahunya.
Setelah kiprah pertamanya ikut berperang, selanjutnya Nusaibah terus terlibat aktif dengan sejumlah peperangan. Bahkan setelah Rasulullah wafat, dalam usia lanjut, Nusaibah masih bersemangat untuk terlibat. Di perangnya terakhir, perang Yamamah, ia kehilangan sebelah tangannya saat menghadapi pasukan nabi palsu, Musailamah Al Kahzab. Semangat perjuangan wanita ini memang senantiasa membara untuk membela agama Allah.
Sumber : http://ummi-online.com/berita-922-hidup-penuh-makna-para-shahabiyah.html
Kagum sekali dengan semangat beliau untuk
terus membela agama Allah. Berjuang dari satu perang ke perang yang lain, mengamalkan
surah Al-Insyirah ayat 7, dimana Allah
berfirman:
Faidza faraghta fanshab
(Maka apabila kamu telah selesai
dari satu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”
:)
0 komentar:
Posting Komentar