Kamis, 21 Februari 2013

Maha Pencemburu


Jika aku cemburu,

ketika sahabat yang kusayang memiliki orang lain yang lebih disayang,

menomorduakan aku meski keperluanku tak bisa lagi ditunda,

sedangkan aku selalu mendahulukannya kapan pun dia butuh.


Jika aku cemburu,

karena orang tuaku tak menyempatkan sapa dalam hariku,

terlalu peduli pada orang-orang lain dan `melupakan` kewajibannya mendidik keluarga,

sedangkan aku selalu menyebutnya dalam setiap doa.


Bagaimana dengan Ia?

Sang Pencipta Segala, yang juga Maha Pencemburu?


Bagaimana mungkin Ia tidak merasa begitu cemburu?

Ketika kita dengan santai mengabai panggilannya yang selalu nyaring berkumandang,

hanya karena kesibukan yang tak seberapa dan bisa ditinggalkan sejenak saja.

Sedangkan Ia Pemberi Waktu, yang meminta sepersekian dari seluruh waktu yang diberi-Nya,

untuk menyapa-Nya, untuk meminta perlindungan-Nya, untuk mengharap maghfirah-Nya.


Bagaimana mungkin Ia tidak merasa begitu cemburu?

Ketika kita selalu sempatkan mengungkap kerinduan pada orang-orang yang kita sayang,

sedangkan tak pernah berusaha meluangkan waktu untuk membaca surat-surat cinta-Nya,

kerinduan yang penuh keindahan dan ketenteraman untuk kita, atas kasih sayang-Nya.


Bagaimana mungkin Ia tidak merasa begitu cemburu?

Ketika ada yang kita dahulukan, ada yang lebih kita pikirkan, ada yang jauh kita pedulikan,

ada yang sangat kita sayang, ada yang membuat kita mudah menangis ketika kehilangannya,

sedangkan Ia yang selalu ada, Ia yang tak pernah pergi meninggalkan kita, Ia yang memiliki semesta,

hanya kita datangi ketika kita tak mengerti lagi harus berbuat apa.


Bukankah menyakitkan,

ketika kita hanya menjadi pendengar yang baik bagi seluruh duka,

tanpa pernah diberi kabar bahagia dan dilupakan begitu saja?


Ah, betapa Maha Baik Ia,

yang tak pernah sekalipun menyengsarakan kita karena mengacuhkan-Nya,

namun dengan kelembutan hati Ia selalu mengingatkan fitrah hati kita,

untuk senantiasa membutuhkan-Nya, senantiasa menginginkan kehadiran-Nya,

tanpa kita sadari, tanpa kita mengerti, tanpa kita rasakan sepenuhnya.


Ia biarkan hati kita meronta, hati kita berteriak,

mengharapkan kesucian kembali untuk dekat pada-Nya.


Yaa Muqallibal quluub, tsabit qalbii 'ala diinik...

Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah...



by Khadijah Auliaur Rohmaani

Jumat, 15 Februari 2013

Akhlaq Seorang Muslim dalam Menghadapi Ujian



Setiap manusia pasti akan diuji ALLAH dengan berbagai cobaan, baik berupa musibah maupun nikmat. Kalau saya pribadi, sering merasa bahwa ujian saya berupa waktu luang. Setiap saya mempunyai waktu luang, saya akan lebih malas dan tidak produktif. Menghabiskan banyak waktu untuk ber“online ria” sehingga lupa dengan kewajiban lain.

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS. Al-Baqarah:214)



            Di Al-Qur’an sudah dijelaskan mengenai ujian bagi manusia, diantaranya:

1.                   Ujian keimanan

“ Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan, sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. At-Taubah:16)

2.                   “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[1]. “ (QS. Al-Baqarah:155-156)
[1] (Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.)

3.                   “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (QS. Ali Imran: 186)


Lalu, bagaimana seharusnya sikap seorang muslim dalam menghadapi ujian?

1.      Mengetahui bahwa kehidupan di dunia bersifat fluktuatif (tidak tetap) dan sementara. Hal ini terdapat pada QS. Al Hadid ayat 20:
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.

2.      Mengenali diri kita sebagai manusia.
ALLAH akan menguji kita dengan cobaan atau nikmat yang berhubungan dengan sisi terlemah kita. Semisalnya bahwa kita adalah seorang pemarah, maka ALLAH akan menguji kita dengan kejadian yang dapat membuat kita marah. Apabila kita tidak mampu menghadapi ujian tersebut maka kita akan terus diuji seperti itu hingga kita “naik kelas” dan dinyatakan “lolos”

3.      Yakinlah bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
“Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-Thalaaq:3)
ALLAH akan memberi rezeki atau jalan keluar dengan cara yang tidak kita sangka-sangka. Syaratnya adalah: bertaqwa dan bertawakal kepada ALLAH, jangan pernah berharap pada makhluq.

4.      Yakinlah ada balasan baik di sisi ALLAH.
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah:261)

5.      Meneladani sikap orang terdahulu yang lulus dari ujian ALLAH.
Rasulullah bertahan dengan ujian berat dari ALLAH, seandainya dulu beliau menyerah dengan ujian yang diberikan, mungkin kita tidak akan menjadi muslim seperti ini.

6.      Beriman Qadarallah dan Sunatullah. ALLAH mengatur segalanya dengan sangat baik dan rapi.

7.      Menjauhi perbuatan yang merusak kesabaran dan ketegaran. Apabila kita diberi ujian, maka seharusnya kita mendekati orang-orang yang dapat memberikan energi positif, nasihat yang dapat membuat kita semangat. Namun kebanyakan manusia cenderung bercerita kepada teman-teman yang senasib sehingga jadi galau kuadrat, sedih kuadrat.

8.      Senantiasa berdo’a kepada ALLAH dalam meminta pertolongan supaya diberi jalan keluar yang terbaik.


Untuk kakak yang kusayangi karena ALLAH




Untuk seorang kakak yang kusayangi karena ALLAH,
seorang wanita shalihah dan bidadari duniaku: mbak Shinta...
 Bismillahirrahmanirrahiim,

Assalamu’alaykum wr wb...

Ingatkah engkau mbak, ketika awal mula kita bertemu? Saat itu... aku masih dengan imanku yang masih compang-camping... Dan dengan perlahan tapi pasti, engkau mengajak kami menuju jalan ke surga-NYA.


Engkaulah mbak, yang pertamakali mengajari Devi untuk berani bermimpi. 50 mimpi yang kutulis bersamamu, sungguh telah Devi coret 90% :’)


Ingatkah engkau mbak, saat bulan puasa Devi di masjid sekolah dan tiba-tiba diajak mbak Shinta untuk kajian di UNY? Dari situ Devi mulai dekat dengan mbak Shinta.


Ingatkah engkau mbak, saat ada kegiatan mbak Shinta sering mengajak Devi dan kita berboncengan? Ke festival mentoring, ke kampus, bertemu teman-teman mbak Shinta.


Ingatkah engkau mbak, setiap bulan Ramadhan mbak Shinta selalu mengajak Devi I’tikaf bareng? mbak Shinta dengan sabar menjemput dan mengantar Devi pulang. Dan dari I’tikaf itu Devi belajar sangat banyak hal menjadi seorang akhwat.


Ingatkah engkau mbak, saat kita mengadakan makrab akhwat di rumah mbak Lina? Mbak Shinta kesana naik sepeda dengan jauh yang berkilo-kilo meter. Sungguh mbak, saat itu Devi tak habis pikir mengapa ada wanita secantik mbak Shinta rela mengayuh sepeda ‘hanya’ demi menemani kami.


Ingatkah engkau mbak, setiap Jum’at mbak Shinta selalu datang ke sekolah dengan membawa cahaya tersendiri bagi kami? Bagi kami, mbak Shinta bagai oase di padang pasir. Namun setelah berpisah dari mbak Shinta, kami harus tertatih mencari cahaya untuk kami sendiri.


Ingatkah engkau mbak, saat ada rolling kelompok ADS di SD IT setahun lalu? Sungguh, disitu Devi menangis mendengar doa Rabithah dari mbak Shinta. Selesai acara mbak Shinta bilang: “Nanti Devi akan bersama kelompok yang lebih kondusif, dan mbak yang baru insyaAllah lebih baik”. Ntahlah, Devi tak paham dengan penilaian baik itu seperti apa. Yang Devi rasakan, menjadi binaan mbak Shinta akan selalu berbeda dengan yang lain. Mbak Shinta seperti candu bagi kami. Mbak Shinta selalu mempunyai cara yang indah untuk menjelaskan semuanya.


Dan pada akhirnya, waktu akan terus berjalan. Mbak Shinta sekarang sudah mendapatkan ikhwan yang dikirim ALLAH. Devi yakin, penduduk surga pasti sedang cemburu mengetahui bahwa satu bidadarinya telah dipinang. Terimakasih untuk segala hal yang telah mbak Shinta beri untuk Devi. Sungguh tak ternilai, semoga ALLAH membalas kebaikan mbak Shinta dengan balasan pahala yang berlipat. Dan Devi yakin mbak Shinta akan melahirkan generasi hebat untuk agama ini. Aamiin J


Untuk suami mbak Shinta, Devi cuma mau bilang: “HOW A LUCKY MAN YOU ARE! Mas, tolong jaga mbak Shinta baik ya. Bawa mbak Shinta dan anak-anaknya ke surga-NYA J
Barakallahumma wa baraka’alaika wal jama’a bainnakuma fii khoirin.




Wassalamu’alaykum wr wb.


with love, Devi