Senin, 19 November 2012

AGRICULTURE ENGINEERING (TEKNIK PERTANIAN UGM)



Indonesia tentu memiliki sejumlah perguruan tinggi favorit, salah satunya adalah UGM yang saat ini secara umum mungkin merupakan PTN nomor satu di Indonesia (peringkat webometrics) dan kredibilitasnya sudah tidak diragukan lagi. Ada banyak jurusan yang tersebar di sekitar 18 fakultas di UGM, ada yang sudah cukup tenar namun ada juga yang belum begitu terkenal. Salah satu jurusan yang ada di UGM adalah Jurusan Teknik Pertanian. Jurusan ini sudah ada cukup lama dan merupakan salah satu jurusan favorit di AGRO KOMPLEK. Jurusan ini telah melahirkan sejumlah tokoh dan alumni sukses diberbagai bidang yang mungkin tidak dapat dihitung lagi.
Jurusan ini memiliki 5 bidang kajian studi yaitu Teknik Produk dan Pascapanen (TPP), Energi dan Mesin Pertanian (EMP), Fisika Hayati, Teknik Lingkungan & Bangunan Pertanian, serta Teknik Sumberdaya Alam Pertanian (TSAP). Banyak orang memandang jurusan ini sebagai salah satu jurusan yang lapangan kerjanya sempit, namun kenyataannya jurusan ini sangat favorit bagi sejumlah perusahaan. Alumni jurusan Teknik Pertanian banyak tersebar di Perbankan (BI, Mandiri,BRI,BCA,BNI dsb.), Agrobisnis (ASTRA Agro,Sampoerna Agro,Triputra,Sugar Group Companies, Sinarmas dsb), PNS (Deptan,Litbang, LIPI,BPOM, Bulog, Bapeda, Dephut,Deperind, Dosen dsb.), Wirausaha, Swasta dan bidang lainnya. Disektor perbankan, beberapa bank besar selalu merekrut alumni yang berbasis ilmu agro untuk posisi pimpinan dimassa mendatang (officer development program) dan jurusan ini selalu ambil bagian bahkan pada tahun 2008 salah satu Bank Besar menawarkan EDP (Early Development Program), suatu program untuk merekrut mahasiswa semester akhir (semester 7-8) yang belum lulus dan selama kuliah akan diberi beasiswa kuliah dan uang untuk tugas akhir, begitu selesai kuliah mahasiswa akan langsung ditraining sebagai pegawai bank tersebut.
Jurusan ini mengirim beberapa mahasiswa dan salah seorang mahasiswa berhasil lolos sampai tahap akhir. Selain perbankan, alumni yang menjadi wirausaha sukses juga tergolong sangat banyak, bahkan beberapa alumni yang belum lama lulus dan aktif di berbagai kegiatan kewirausahaan berhasil membuat beberapa unit usaha berbasis produk lokal sampai di tingkat ekspor. Terkadang orang tua lebih bangga memilih/menguliahkan putra-putri mereka pada jurusan yang terbilang “WAH KEREN” tapi tidak melihat reputasi dari universitasnya. Meski Teknik Pertanian UGM kurang begitu “WAH” dari segi nama jurusannya, namun reputasi dan kredibilitas jurusan ini sangat bagus dan sudah teruji. Terbukti dari beberapa tahun terakhir ini permintaan tenaga bidang teknik pertanian dari sejumlah instansi ternama baik swasta maupun pemerintah semakin meningkat, hal ini karena kinerja dari alumni pada beberapa instansi tersebut sangat memuaskan. Bekal yang diberikan jurusan mampu menghasilkan alumni yang berkualitas.
Banyak orang mengira Teknik Pertanian ini masuk di Fakultas Pertanian, namun jurusan ini berada di Fakultas Teknologi Pertanian, salah satu Fakultas paling unggul di Klaster Agro UGM. Di jurusan ini kamu akan banyak belajar tentang rekayasa atau engineering di bidang pertanian. Kalau kamu termasuk orang yang perduli dengan sistem pertanian di Indonesia untuk lebih maju, jangan ragu untuk belajar di Jurusan Teknik Pertanian UGM.




Minggu, 28 Oktober 2012

keluarga baru, KMMTP


Bismillahirrahmanirrahim.

Semakin hari..

aku seolah semakin mengerti hakikat dakwah ini.
ketika aku memutuskan dakwah di lingkungan rumah, di sekolah dan di kampus dengan segala konsekuensinya.

"Anti beneran bisa jamin ngatur waktu dan nggak ninggalin amanah di sekolah kan, ukh?", tanya seseorang.

agak ragu memang.
Ya, aku sadar jurusanku memang banyak praktikum. Seminggu ada 5kali. Dari Senin-Jum'at kuliah dan praktikum sampai sore. Malam hari? ya buat apalagi kalau bukan ngerjain laporan.

Lantas, sekarang yg perlu kuperhatikan adalah memahami setiap langkah yang ku tempuh. 
Kerjakan semua amanah yang ada, selesaikan tugas-tugas dengan baik.
Dan lihat, disanalah tersimpan harmoni setiap kehidupan baruku, bersama KMMTP :)


Ada pelangi dalam setiap perjalanan.

Ada pelangi yang hadir setelah rintik hujan menyapa.
Dan pelangi itu diperuntukkan bagi orang-orang yang sabar dan ikhlas dalam menjalani perjalanan hidupnya.

Sebagaimana ku sadari, kita bukanlah jamaah malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan. Kita juga bukan jamaah syaithon yang selalu berada dalam kesalahan.
Kita adalah jamaah manusia biasa yang tidak selamanya benar dan tidak selamanya salah.



Dakwah adalah cinta...
dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu

Dakwah adalah sebuah keharusan...

Karena dakwah tidak butuh kita.
Tapi kitalah yang butuh dakwah. 
Bukankah ALLAH sudah menyatakan dlm firmanNYA.
"Masuklah kamu dalam islam secara kaffah".



Lantas, apa yang ingin kita hindari?

kita tidak bisa mengapung ataupun melayang jika ingin mencari mutiara di dasar laut.
Tapi kita harus menenggelamkan diri kita di dasar laut itu.
Karena mutiara itu tidak ada di permukaan,
mutiara itu juga tidak ada di tengah-tengah.
Mutiara itu tersimpan di dasar.
Di dasar kedalaman hati kita.

Karena itu bangkitlah....!!!
Tugas kita adalah meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar,
setelahnya hanya bertawakkal kepada-Nya.


Berbahagialah menjadi seorang aktivis dakwah.

Berbahagialah menjadi orang-orang yang terpilih yang akan membumi langitkan dakwah.
Tidak semua orang mampu mengemban risalah dakwah ini.
Karena dalam dakwah ini penuh onak dan cabaran,
karena jalan dakwah ini dipenuhi onak dan duri,
karena dalam dakwah ini diperlukan banyak pengorbanan, waktu, pikiran, harta, tenaga, bahkan nyawa.
Dan itu sama sekali tidaklah mudah.
Kenapa hanya kita? Karena Allah mengetahui, kita pasti bisa. insyaAllah :')

Disaat orang-orang menjauhimu karena kau begitu berbeda dengan yang lainnya, Allah adalah satu-satunya yang tak berpaling darimu.
Ketika kekecewaan dakwah mendera jiwamu, Allah-lah satu-satunya Dzat yang tak mengecewakan dan tak pernah melukai perasaan.
Ketika sesak menghimpit, Allah-lah yang melapangkannya.


Dan ketika beban dakwah yang engkau pikul terasa berat, Allah-lah satu-satunya tempat bersandar.
Jangan bertanya kapan semua akan berhenti?
Semua akan berhenti saat maut menghampiri.
Kapan waktu beristirahat? Ketahuilah tempat istirahat orang beriman adalah di surga.



Selama belum memperoleh surga, teruslah bergerak dan berjuang!

Hidup itu adalah sebuah pilihan.
Semua orang berhak memilih jalannya masing-masing, setiap jalan memiliki konsekuensi tersendiri. Dan engkau benar karena telah memilih jalanmu disini. Karena itu, perkuat langkahmu.

Jangan biarkan langkahmu goyah.
Ketika kita diam orang lain tak akan tau apa yg sedang kita alami, orang lain tak tau jika diam kita adalah fikir dan dzikir.
Ketika kita mulai goyah, berpeganglah pada tangan saudara-saudaramu. Jika mereka juga lengah dan jangkauan kita tidak sampai kepada mereka..
Tanamkan keikhlasan dan berpikirlah positif.

Bersabarlah..karena sabar itu tiada batasnya..
karena kesabaran itu akan berbuah manis...
bersabarlah karena Allah bersama dengan orang-orang yang sabar.
 Tak bahagiakah kau bila bersama-Nya? 
Bukankah kau rela dengan apapun yang terjadi asalkan selalu bersama-Nya? 

Ya Robb....
ketika aku sudah tak mampu lagi menggenggam erat tangan saudaraku,
jangan pernah biarkan ia lepas dari genggamanMU.
Kuatkanlah ikatannya, kekalkanlah cintanya.
Tunjukilah jalan-jalannya, 
Terangilah dengan cahayaMu yang tiada pernah padam, Ya Rabbi bimbinglah kami… -Rabithah

"TAK ADA NIKMAT YG LEBIH BAIK DARI TEMAN YG SHALIH"
(Khalifah Umar bin Khattab ra.)



Kamis, 19 Juli 2012

UGM, I'm coming!!!

Alhamdulillaah,
banyak belajar dari SNMPTN.
Mulai dari kegagalan SNMPTN Undangan yang sempat membuatku sangat down :(


Habis pengumuman undangan, aku malas berangkat les.
Nangis tiap malem. Ngeluh. Why? Why? Why???

But, It's not me!
Alhamdulillaah banyak bangeeet keluarga, teman2 dan guru ngaji yg menguatkan.
Lalu aku sadar, YES, ALLAH LOVES ME! :')
Dia ingin aku berusaha jauuuh lebih baik lagi.
AKU BANGKIT.
Selama 2 minggu aku berusaha maksimal.
Tak pernah lelah memohon kepada ALLAH utk selalu dikuatkan.
Dan bahkan setiap hari menyemangati teman-teman yg juga sedang berjuang.
Aku inget, pagi menjelang SNMPTN aku nervous abiss,
aku ingin mengerjakan ujian dlm keadaan suci. hahha waktu itu sampe wudlu 3 kali --" saking gugupnya.
Sampe tempat tes aku nenangin diri, ketemu anak SMA 1 Klaten, namanyaaa *lupa*
Yaaa akhirnya tes hari pertama lancar hingga hari kedua.
lagi-lagi dipermudah ALLAH :')


Nunggu pengumuman aku bikin segudang nadzar buat merayu ALLAH biar diterima di UGM :D hehe

Pas pengumuman aku nggak berani liat sendiri. Asli trauma pengumuman undangan.
Pengumuman jam 19.00, aku shalat Isya. Kayaknya itu shalat paling dalem yang pernah kurasain -_-
sujud yang lama. bukan do'a biar diterima, toh udah pengumuman. Tapi berdo'a biar KUAT dengan segala Keputusan ALLAH :')
dengan gugup aku beraniin sms sahabatku,
"Nas, boleh minta tolong buka pengumumanku? nomornya ini XXX"

lama..
nunggu beberapa menit.
masih diatas sajadah. cuma diem. istighfar. takut.


sms lagi, "nas, gmn?"

dibales
"maaf dev, agak eror page-nya soalnya banyak yang buka :("

sip, makin gugup.

Mama lagi pengajian di rumah tetangga.

setelah dibales, "Selamat ya Dev, kamu diterima di pilihan kedua :)"





hsssss.

lemes.

antara bersyukur 90% dan kecewa 10% karna bukan pilihan pertama.

reflek sujud syukur trus nangis.
lama.
aku agak shock.
karena, aku tau gimana perjuangan SNMPTN.
lebay ya?
:D
haha
cuma bisa bilang:
Alhamdulillaah berhasil...

ALLAH, aku mencintai-MU seutuhnya :')
Terimakasih atas ni'mat yg selalu KAU beri.
Aku bersyukur.
Aku,,, :')

Jumat, 18 Mei 2012

Touching Story.

dulu ketika Kamel ikut UMPTN, hari pertama Matdas cuma ngisi 3 soal, tapi yakin semua bener.

hari kedua telat 29 menit, terus diomelin panitia di depan kelas: “1 menit lagi kamu telat, gak boleh masuk ruangan ini!!!!!!

“jiper..nge-down..malu…karena peserta seruangan itu ngeliatin Kamel,
padahal Kamel gak kenal mereka sama sekali karena diacak dari berbagai
sekolah.

jiwa seorang amel remaja berusia 17 tahun ketika itu tentunya beda
banget kalo dibandingin sama keadaan Kamel sekarang yang jauh lebih PD
tampil di depan banyak orang. terus dalam waktu 61 menit kemudian, Kamel
harus mengumpulkan segenap kepercayaan diri sendiri. memaafkan diri
sendiri karena sebelumnya habis memaki-maki diri sendiri juga, dan
berdamai dengan kenyataan…mengelap keringat karena lari-lari,
mengeluarkan pensil yang patah dari kotak pensil, kipas-kipas karena
keringatan, dan berusaha fokus walau air mata menetes di pipi karena
malunya luar biasa.

sadar bahwa usaha Kamel nggak bakal mengantarkan Kamel sampai ke
gerbang masuk Psiko UI (TO terakhir Kamel waktu itu masih minus 144
menuju Psiko UI!), Kamel teringat pesan pengajar Geografi Bu Pretiwi
ketika hari terakhir super intensif masuk: “maka berdoalah kamu
sebanyak-banyaknya, sekhusyu’-khusyu’nya… karena kekuatan doa itu luar
biasa dahsyatnya. terutama doa dari ibu…menembus langit”usai hari ke-2
UMPTN, Kamel langsung sungkeman sama ibu kandung dan neneknya Kamel
yang mendidik Kamel dari kecil, kamel minta restu dan doa dari
mereka…sebenarnya mereka nggak setuju Kamel masuk psikologi, idealnya
orang tua kalo punya anak di IPS pengennya ya masuk FE, kerja di
bank..bukannya malah ngurusin orang sakit jiwa, atau malah anaknya yang
berobat jalan di psikologi!begitulah anggapan mereka ketika itu.

tapi karena mereka nggak tega juga kali ya ngeliat kamel yang kecil
mrikintil dan mungil ini, akhirnya mereka merestui.Kamel juga masih
terus sholat dhuha-tahajud-dan puasa senin kamis.walau kata temen2: “lu
ngapain mel masih rajin ibadah, kan UMPTN-nya udah lewat?”ada lagi teman
yg nyindir: “ah elo meL..ibadah kalo ada maunya doang. kalo lagi seneng
aja lu boro2 ibadah!”Kamel jawab, “masih mending gw… daripada elo, udah
nggak ngelakuin, bisanya cuma nyindir doang!”bagi Kamel, UMPTN memang
udah lewat… tapi bukankah pengumuman hasil itu lebih penting? dan itulah
yang belum lewat. saya tidak mendoakan yang jelek bagi orang lain, tapi
berharap boleh dong?apa salahnya saya berharap:”ALLAH MAHA
PEMBOLAK-BALIK HATI, SEMOGA PENGAWAS ITU DIBALIK HATINYA DAN SEMOGA
KERTAS LEMBAR JAWABKU SELAMAT SAMPAI TUJUAN AKHIRNYA (baca:scanner)”

dan ketika hari pengumuman itu tiba… (dulu hanya lewat koran pagi,
belum ada kerjasama dengan internet).kamel dan papa kamel nungguin
tukang koran langganan lewat di depan rumah sejak jam 5.30 pagi.biasanya
jam segitu dia udah rajin ngelempar koran ke rumah.mama kamel lagi
dinas ke jepang, dan beliau terus telpon nanya kabar pengumuman
UMPTN.dengan jeda waktu antara tokyo-jakarta beberapa jam, beliau terus
menerus ngaji di sana, di detik2 kamel nunggu pengumuman UMPTN via
koran.



kamel
tanya, “ngapain lagi mama ngajiin aku? kan hasilnya udah pasti keluar,
nggak ada yang bisa diupayakan lagi ma…”. “lho..” jawab beliau, “hasil
memang udah keluar, tapi mama ngajiin untuk keikhlasan batin kamu andai
kamu nggak diterima… jangan sampai kamu shock.”wuahh..makin nyesek dada
kamel ketika itu.semakin terbebani…takut mengecewakan orang tua.mana
tukang koran gak lewat-lewat pula!dulu belum zaman HP, gak bisa nitip
temen SMS minta liatin nomer.apalagi zaman buku muka (facebook),
belooommm…!
jam 6…

6.30…

jam 7…

7.30

“pa, kaya’nya ini udah firasat buruk deh. tukang koran aja ogah lewat
rumah kita…” mata kamel udah berkaca-kaca ketika itu. papa kamel gak
jawab, cuma ngusap2 rambut kamel. duhhh..ngomong apaan kek gitu yang
bisa nguatin batin saya!kaya’nya beliau juga udah mikir hal yang sama.
atau entah apa lah, tapi yang jelas beliau masih nemenin kamel berdiri
di depan gerbang rumah nunggu tukang koran lewat. setiap kali ada suara
motor lewat, leher kami selalu melongok ke ujung gang komplek rumah,
berharap tukang koran itu datang.

“kalo jam 8 nggak lewat juga, kita cari koran di depan,” kata papa.
yah, setidaknya keluar juga omongan dari mulutnya. jam 8 kurang
dikiiiiittt bangettt…dateng dah tuh tukang koran, “maaf pak, korannya
abis terus saya jadi balik 3X ke agen ngambil lagi. tapi buat rumah ini
mah udah prioritas. hehee…nunggu pengumuman ujian juga ya
mbak?”ahhh…nggak sempet jawab! langsung kamel rebut koran dari
tangannya, dan buru2 cari nomor peserta kamel….keriting tuh mata karena
dulu pengumumannya berdasarkan urutan nomor peserta, bukan kaya’
sekarang berdasarkan jurusan.
081..

Amalia Sekar Wulan
“wuaahhh…papa! itu namaku lulus!”

“liat yang bener, kali aja ‘amalia sekar wulan’ yang lain, bukan
kamu.”iishhh… si papa, emang ada berapa ‘amalia sekar wulan’ sih di
dunia ini? kalo nama asep surasep mungkin pasaran, tapi tidak dengan
namaku! sampe 3 kali saya memastikan nomor dan nama itu cocok dengan
punya saya. “bennner pa, ini aku! aku luluss pa! aku lulusss!!!!”
“lihat dulu lulus di pilihan ke-berapa?”

oiya! saking senengnya sampe lupa. telunjukku memastikan lurus, 3X
juga nama itu sederet dengan kode psiko ui, bukan kode jepang ui. “Psiko
UI pa, pilihan pertama! aku diterima di pilihan pertama pa, impian aku
pa!!!!!”wuahhhh papa yang seumur hidup nggak pernah saya lihat menangis,
kali ini ada air mata menetes di pipinya. langsung kami berpelukan dan
sujud syukur lah kami. alhamdulillah ya Allah…. ternyata semua doa itu
Kau kabulkan. mungkin kalo ada tetangga lewat dan kebetulan ngeliat,
mereka pasti bingung, “nih anak ama bapak ngapain sujud-sujud di garasi
pagi-pagi?”hehee..

dering telpon rumah membangunkan sujud panjang kami.”gimana mbak?”
kata suara di ujung telpon sana. mama saya. isengin dulu lah.
“aku….nggak diterima ma….””ya udahlah mbak, gak apa2 ya, yang ikhlas…
Allah udah siapin ganti yg lebih baik kok..””aku belum selesai ngomong
ma…””kenapa?””aku nggak diterima di pilihan kedua….””maksudnya?””soalnya
aku diterima di pilihan pertama..””Psikologi?””iya dong… heheee..”

“alhamdulillah….” sambil sesenggukan mamanya kamel mengucap syukur .
dan setelah itu bener2 nggak terdengar suaranya lagi, terisak nangis
dalam keharuan yang dalam karena doanya selama ini didengar
Allah.”halo..? halo? mama? maaaa…?”dan hanya isakan tangis yang kamel
dengar….yaaah…si mama… tadi ngajiin anaknya biar nggak shock, ternyata
malah dia sendiri yang shock^^nahhhh…..! dari cerita itulah wahai
adikku, semua siswaku tercinta…

jadi, bukan hanya upaya yang membuat kita lulus, tapi juga kekuatan
doa yang memberhasilkan kita. jangan bandingkan upaya kita dengan orang
lain. lihat dan ngaca dulu,bagaimana upaya kita? teman yang kelihatannya
nyantai kenapa bisa lulus daripada kita yang lebih rajin?mungkin
karena teman kita itu pada dasarnya lebih pinter, ngerjain soal sambil
merem aja udah selesai daripada kita yang harus mati2an belajar. periksa
lagi bagaimana cara-cara kita dalam berupaya. kalau dirasa sudah
optimal, periksa lagi bagaimana kekhusyu’an dan komunikasi kita dengan
Allah. kalau doapun sudah khusyu’, periksa lagi hati itu…apakah ada
kesombongan dan kemaksiatan di sana yang bisa menghalangi doa kita?

ingat, tinggal beberapa hari lagi SNMPTN. ini adalah senjata
pamungkas kamu untuk bisa masuk PTN tahun ini. kamu harus all out,
berjuang mati2an di sana. kamu bukan anak bodoh, karena buktinya kamu
bisa masuk SMA yang bagus! kamu mungkin hanya kurang berusaha. mungkin
masih sering menunda dan malas….dan patutkah kita malas sementara snmptn
tinggal beberapa hari lagi? patutkah seorang pejuang itu malas?

kita semua manusia yang lahir ke dunia ini adalah pejuang. kita
pernah mengalahkan 2 juta sel sperma lainnya menuju sel telur untuk
dibuahi menjadi zygote lalu embrio-janin, hingga akhirnya terlahir
sebagai bayi dan tumbuh sbg manusia dewasa skrg ini. nanti di snmptn
kita hanya perlu mengalahkan 400ribu saingan kita…tidakkah itu jauh
lebih sedikit daripada saingan kita dulu?
jangan khianati perjuangan kita dulu hanya dengan 1 kata: MALAS.

Tolong “share” ke teman-teman yang lain agar mereka juga dapat
memetik hikmah yang ada pada renungan di atas. Semoga dapat bermanfaat
bagi kehidupan kita, terimakasih.
( Sumber : motivationplannet.wordpress.com )

Kamis, 10 Mei 2012

Cinta?

“Kadang kita mengira sedang jatuh cinta, padahal tidak.
 Hanya nafsu yg menggelapkan akal & hati hingga (sok) merasa: INI CINTA!”
 
一Asma Nadia

Calon Penumpang Sukhoi Selamat Karena Sholat Dhuhur

Sore tadi nonton berita, keren!
ALLAHU AKBAR!!! :')
ngga berhenti decak kagumku kepada Yang Maha Besar <3
Akhirnya googling dan nemu beritanya secara LENGKAP! checkidot...


Beberapa penumpang yang namanya telah ada di manifes Sukhoi Superjet 100, batal ikut menumpang joy flight Sukhoi Superjet 100 yang hilang di Gunung Salak. Mereka batal menumpang karena waktu penerbangan mepet dengan solat zuhur.

“Memang untuk daftar manifes itu sudah didaftar dan ada beberapa orang di dalam daftar itu yang tidak jadi,” tutur perwakilan dari PT Tri Marga Rekatama, Sunaryo, dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (9/5/2012) malam.

Trimarga Rekatama merupakan perusahaan yang menjadi perantara antara Sukhoi dengan sejumlah maskapai calon pembeli produk pesawat dari perusahaan asal Rusia itu.

“Mereka tidak ikut karena nanggung untuk melaksanakan salat zuhur, nanti akan tertinggal pesawat,” papar Sunaryo. 

Sebaliknya, mereka yang sedianya tidak masuk daftar terbang, ada yang masuk menjadi penumpang.
Dalam kesempatan ini, PT Trimarga Rekatama memastikan di joy flight kedua pesawat ini, ada 50 orang yang diangkut.

“Flight kedua bawa 42 undangan dan 8 kru. Total pesawat tersebut membawa 50,” kata Sunaryo.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Basarnas Marsdya Sudaryatmo mengatakan pesawat berangkat pukul 14.12 WIB menuju Pelabuhan Ratu. Dan mulai hilang kontak pukul 14.33 WIB.

Kisah Lain tentang Calon penumpang yang batal naik pesawat tersebut yaitu  Suharso Monoarfa, istri dan anaknya batal naik pesawat Sukhoi Superjet100 yang jatuh di sekitar Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat. 

Mantan Menteri Perumahan Rakyat ini menjelaskan kisahnya lolos dari musibah itu.
Suharso mengaku memang mendapat undangan dari Sukhoi untuk ikut dalam joy flight tersebut sebagai seorang pengusaha. Ia bersama sang istri dan anaknya, Andhika Monoarfa, sempat masuk ke dalam pesawat itu.

“Sempat foto-foto juga, lalu kita ditawari naik pesawat untuk demo flight,” Suharso lantas masuk dalam kabin pesawat.

Saat itu, ia sempat ragu apakah akan ikut penerbangan itu atau tidak. Terlebih lagi Suharso mengaku ada rapat sore nanti.

“Tadinya saya mau ikut terbang saja, kata istri saya tidak usah. Karena terbang satu jam nanti kelamaan,” jelasnya.

Akhirnya Suharso memutuskan batal terbang. Ia lalu diantar oleh perwakilan Sukhoi turun keluar dari kabin.

“Nama saya dan anak saya, ada di dalam daftar pesawat penumpang, tapi dicoret,” tutupnya.

sumber : http://ampets.wordpress.com/2012/05/09/calon-penumpang-shukoi-selamat-karena-sholat-dhuhur/

Senin, 30 April 2012

Butuh Kesabaran dalam Segala Hal





Di suatu sore, seorang anak datang kepada ayahnya yg sedang baca koran…
“Ayah, ayah” kata sang anak
“Ada apa?” tanya sang ayah

"Aku capek, sangat capek. Aku capek karena aku belajar mati-matian untuk mendapat nilai bagus sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek. Aku mau menyontek saja! Aku capek.

Aku capek karena aku harus terus membantu ibu membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu, aku ingin kita punya pembantu saja! Aku capek, sangat capek.

Aku capek karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus menabung. Aku ingin jajan terus!

Aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati…

Aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga sikapku untuk menghormati teman-temanku, sedang teman-temanku seenaknya saja bersikap kepadaku…

Aku capek ayah, aku capek menahan diri. Aku ingin seperti mereka. Mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka, Ayah!"
sang anak mulai menangis.

Kemudian sang ayah hanya tersenyum dan mengelus kepala anaknya sambil berkata,
"Anakku, ayo ikut ayah, ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu”,
lalu sang ayah menarik tangan sang anak kemudian mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, banyak duri, serangga, lumpur dan ilalang.
Lalu sang anak pun mulai mengeluh,
”Ayah mau kemana kita? aku tidak suka jalan ini, lihat sepatuku jadi kotor, kakiku luka karena tertusuk duri. badanku dikelilingi oleh serangga, berjalanpun susah krn ada banyak ilalang. aku benci jalan ini ayah” sang ayah hanya diam.

Sampai akhirnya mereka sampai pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, ada banyak kupu kupu, bunga bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang.

"Wwaaaah… tempat apa ini ayah? Aku suka! Aku suka tempat ini!" sang ayah hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau.

"Kemarilah anakku, ayo duduk di samping ayah," ujar sang ayah, lalu sang anak pun ikut duduk di samping ayahnya.

"Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi? Padahal tempat ini begitu indah?"

"Tidak tahu ayah, memangnya kenapa?"

"Itu karena orang orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tahu ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam menyusuri jalan itu."

"Ooh… berarti kita orang yang sabar ya, yah? Alhamdulillah!"

"Nah, akhirnya kau mengerti."

"Mengerti apa, Yah? Aku tidak mengerti."

"Anakku, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kujujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi. Bukankah kau harus sabar saat ada duri melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori sepatumu, kau harus sabar melewati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga dan akhirnya semuanya terbayar kan? Ada telaga yang sangat indah. Seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? Kau tidak akan mendapat apa-apa, anakku. Oleh karena itu, bersabarlah, anakku!"

"Tapi ayah, tidak mudah untuk bersabar."

"Aku tahu, oleh karena itu ada ayah yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat, begitu pula hidup, ada ayah dan ibu yang akan terus berada di sampingmu agar saat kau jatuh, kami bisa mengangkatmu, tapi… ingatlah anakku… ayah dan ibu tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh, suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri… maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain, jadilah dirimu sendiri… seorang pemuda harus kuat dan tetap tabah karena ada Allah di sampingnya… maka kau akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan pulang… maka kau tahu akhirnya kan?"

"Ya ayah, aku tahu... Aku akan dapat surga yang indah yang lebih indah dari telaga ini... Sekarang aku mengerti... Terima kasih ayah, aku akan tegar saat yang lain terlempar." Sang ayah hanya tersenyum sambil menatap wajah anak kesayangannya.




Yuk, bersyukur dan terus berjuang! Yakinlah bahwa segala bentuk ketertekanan yg tengah mendera kita, adalah cara Allah untuk membuat kita lebih kuat :)

Minggu, 04 Maret 2012

Dhana Widyatmika, Lelaki di Pintu Surga


Ketika ibunya tengah sakit keras dan harus buang hajat di pembaringan, Dhana tidak tega menggunakan pispot karena menurutnya benda itu terlalu keras dan nanti bisa menyakiti tulang ibunya. Sebagai gantinya, ia menengadahkan kedua tangannya dengan beralaskan tisu untuk menampungnya.



***



Ia membuat beberapa orang yang bergaul dengannya merasa iri. Sebagian berkomentar, lelaki muda itu telah dekat dengan pintu surga. Beberapa yang lain berpendapat, sungguh beruntung ia merawat ibunda tercinta dengan kualitas maksimal. Namun, Dhana Widyatmika (33 tahun), putra pertama dari Ibu Sundari (59 tahun) itu hanya berucap, apa yang ia lakukan biasa-biasa saja.



“Saya tidak pernah merasa ini sesuatu yang hebat. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Ini kewajiban. Saya yakin semua anak juga akan melakukan hal yang sama,” ucapnya.



Ditemui di sela-sela rutinitasnya menjaga dan menemani sang ibu yang dua kali dalam seminggu harus cuci darah, Dhana mengisahkan, selama tiga belas tahun ini, ibu menjadi prioritas utama dalam hidupnya.



Ujian Bertubi-tubi



Semua berawal ketika bulan Februari 1995, Ibu Sundari divonis gagal ginjal



“Ibu batuk-batuk, mual. Saya pikir sakit biasa. Waktu dibawa ke rumah sakit, kadar ureumnya di atas 300, padahal orang normal harus di bawah 40. Artinya racun dalam darah sudah menumpuk. Jadi harus langsung cuci darah. Saat itu, kadar hemoglobin (Hb) Ibu hanya 3,4 sehingga harus transfusi darah, padahal ketika itu bulan puasa, persediaan darah di PMI sangat terbatas sehingga harus mencari donor darahnya,” terang Dhana yang ketika itu masih duduk di tingkat dua sebuah sekolah tinggi di Jakarta.



Sesungguhnya rasa duka kehilangan almarhum ayah dua tahun sebelumnya masih membekas di hati Dhana. Baginya, kepergian ayah menghadap Sang Maha Kuasa bagaikan kiamat kecil. “Saya tidak menyangka. Bapak masih gagah, karir sedang posisi menanjak, dan saya baru masuk kuliah,” kenangnya.



Masih segar dalam ingatannya, hari ketika ayahnya wafat. Dhana tengah sibuk mencari kaos kaki warna-warni di jatinegara sebagai salah satu syarat mengikuti ospek di kampusnya. “Waktu pulang saya lihat orang ramai, ternyata Bapak meninggal. Sangat mendadak. Saya tidak siap, tapi harus siap. Sebenarnya juga tidak tabah. Apalagi dua tahun kemudian Ibu menderita sakit berat. Kalau bicara mental jatuh, ini jatuh yang kedua. Kok belum selesai musibah yang saya alami dua tahun belakangn ini,” tuturnya.



Kepergian ayah menjadikan sulung dari dua bersaudara yang baru saja lepas SMA itu berubah menjadi kepala keluarga. Tak heran jika dialah yang pertama diberitahu dokter tentang keharusan ibunya untuk cuci darah. Sebuah kabar yang tentu tidak mudah didengar. “Awalnya Ibu tidak tahu. Ibu pikir hanya sekali cuci darah, setelah itu sembuh. Dokter panggil saya, katanya ini harus rutin cuci darah. Saya kepala keluarga dan memang harus menanggung semuanya,” kenangnya.



Dhana sendiri, meski sangat sedih mendengar kondisi kesehatan ibunya, namun saat itu ia merasa optimis, penyakit Ibu akan sembuh dan keadaan akan membaik kembali. “Shock, tapi tidak berpikir bahwa ini tidak bisa sembuh. Saat itu saya tidak menyadari. Dokter juga tidak bilang secara gamblang kalau tidak bisa sembuh. Tahun pertama belum merasa bahwa ini akan menjadi rutinitas. Saya anggap nanti akan ada akhir untuk sembuh,” ujarnya.



Keyakinan bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya menyemangati Dhana dan ibunya untuk tak henti-hentinya mencari penyembuhan, baik medis maupun obat alternatif. Sejak 1995 hingga 2004, boleh dibilang semua pengobatan alternatif yang pernah dilihat di televisi pernah dicoba, namun hingga sekarang, ibunda Dhana tetap harus cuci darah.



Di awal mendengar vonis gagal ginjal, Ibu Sundari sempat mengalami masa-masa penolakan dan kesedihan. Penanganan cepat serta perawatan medis yang sangat memadai memang mampu mengembalikan kondisi fisiknya, kecuali ginjal. Namun keharusan cuci darah sangat menguras ketabahannya. Alhasil, di tahun pertama sejak ibunya sakit, Dhana lebih banyak mengerahkan segenap daya dan usaha untuk membantu mengangkat moril Sang Ibu.



“Secara fisik ibu agak bagus, tapi mentalnya down sekali. Setiap habis cuci darah, pulang, balik lagi ke rumah sakit. Lebih karena psikis. Kadang ada rasa tidak enak di badan, sampai di rumah sakit diperiksa dokter tidak ada apa-apa. Obatnya cuma istirahat. Ibu juga sering bertanya, kapan tidak cuci darah lagi,” tuturnya.



Selain stress karena sudah berusaha berbagai cara tapi tidak juga sembuh, proses cuci darah juga mengandung bagian yang cukup sakit dan menakutkan. “Ada saatnya Ibu merasa, ngapain hidup bergnatung mesin terus. Kalau besok mau dicuci sudah stress, memikirkan akan ditusuk jarum. Sampai sekarang pun Ibu masih selalu kesakitan waktu ditusuk. Saya sangat sedih melihatnya. Melihat orang yang saya cintai ,menderita, itu menjadi penderitaan juga bagi saya. Tapi saya berusaha bertahan. Kalau saya down, bagaimana dengan Ibu.”



Konsentrasi Merawat Ibunda



Sadar kondisi ibunya sangat labil, Dhana memutuskan konsentrasi sepenuhnya untuk menemani Ibu menjalani berbagai proses pengobatan. Tiap hari, sepulang kuliah, Dhana langsung ke rumah sakit. Menghabiskan malam di lantai di bawah tempat tidur ibunya menjadi bagian pola kehidupan Dhana. Menurutnya, posisi di bawah tempat tidur membuatnya cepat mengetahui kalau ada apa-apa. Pagi-pagi biasanya ia pulang sebentar sekadar berganti baju dan membersihkan badan, lalu kuliah. “Saya punya kos, tapi tidak pernah saya tinggali karena kondisi ibu sangat tidak stabil. Selama kuliah tidak sempat bersosialisasi dengan teman-teman karena waktunya tidak memungkinkan. Saya lebih banyak ke Ibu. Saya hanya meninggalkan Ibu ketika kuliah,” tuturnya.



Pilihan untuk mendahulukan Ibu di atas semua urusan lainnya, secara logika, sebenarnya tidak selalu mudah bagi Dhana, yang kebetulan kuliah di sekolah yang lumayan ketat dalam kedisiplinan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara – Red. Fimadani). Ketika kondisi ibunya sedang sangat menurun, Dhana memilih tidka kuliah agar bisa menemani ibunya. Keputusan itu, bukan hanya melewatkan kesempatan mendengar materi kuliah langsung dari dosen, tapi juga membuatnya kesulitan mencapai batas absen yang diijinkan.



“Kuliah tidak masuk, saya tidak peduli. Saya lebih baik drop out daripada harus meninggalkan ibu saya. Itu yang saya yakini. Boleh dibilang saya tidak pernah belajar meski saat ujian. Bukan karena sombong, tapi memang tidak sempat. Saya sadar risikonya dan juga siap menanggungnya. Tidak pernah ada konflik batin ketika memutuskan itu. Prioritas saya untuk Ibu. Saya tidak pernah sedikitpun khawatir, bagaimana masa depan saya, bagaiman alau tidak lulus atau drop out. Terserah deh, hidup saya mau dibawa kemana. Saya ikut saja. Saya hanya berpikir bagaimana Ibu bisa nyaman, bisa tertolong dari kondisi ini,” jelasnya.



Dhana bersyukur karena ia sama sekali tidak ragu dan yakin menjalani keputusan mengesampingkan kuliah untuk merawat ibunya. Ia merasa, Allah yang membuat hatinya mantap. Selain itu ia berusaha melaksanakan pesan Ayah agar dia menjadi lelaki yang mampu bertnaggungjawab. Dhana mengenang, ketika ia memijit ayahnya, beliau berpesan, “Jika nanti ada sesuatu yang buruk menimpa keluarga, kaulah yang harus menggantikan tugas Bapak, dan kamu harus siap.”



“Saya pikir itu pembicaraan biasa. Saat Bapak meninggal, saya jadi ingat sekali pesan itu. Ketika Ibu sakit, saya semakin yakin, ini yang dimaksud Bapak. Mungkin pesan itu yang membantu saya untuk prioritas ke Ibu. Hanya Ibu, tidak ada hal lain yang saya pikirkan. Saya tahu, saya juga punya kehidupan sendiri yang harus saya tata, tapi saya yakin, saya tidak salah meninggalkan masa depan dan meilih Ibu. Itu keputusan dan komitmen saya. Biarlah masa depan tidak jelas, yang penting saya puas bisa mengabdikan diri pada orang tua,” ucapnya.



Usaha mencari kesembuhan fisik serta menjaga mental ibunya gar terus emangat menjalani pengobatan dilakukan Dhana tanpa henti. “Saya tidak pernah putus asa. Saya menikmati saja. Bahkan saya banyak belajar dari semua ini. Saya coba resapi. Pelajaran yang palin besar itu kesabaran. Kondisi ini membuat saya harus banyak mengalah, bersabar, dan menerima. Ini pasti ada maksudnya, ada hikmahnya,” ujarnya.



Pertolongan Allah itu Indah



Di tengah berbagai usaha yang menguras tenaga, waktu, dan tentu juga uang, Dhana justru kian merasakan betapa banyak kemudahan tak terduga. “Banyak hal aneh yang saya rasa kayaknya tidak mungkin kalau saya balik lagi, kondisi itu akan terjadi lagi,” kenangnya.



Dhana yang sering bolos kuliah, akhirnya harus menerima risiko tidak diperbolehkan mengikuti ujian oleh dosen yang kebetulan dikenal sangat disiplin dan tidak gemar menerima alasan apapun dari mahasiswa yang sering tidak hadir kuliah. “Saya mengahdap dosen itu, saya belum ngomong apa-apa, dia bilang, ya sudah ikut ujian saja. Banyak pertolongan di luar dugaan. Masalah obat juga. Ibu sangat membutuhkan obat, tapi kebetulan stock habis. Cari kemana-mana tidak ada, padahal ibu sangat membutuhkan dan harus cepat. Saya kirim kabar ke banyak kenalan, tidak lama ada yang memberitahu ada obat. gampang sekali,” tuturnya.



Selain itu, Dhana yang memutuskan tidak peduli masa depan asalkan ibunya bisa mendapatkan perawatan, obat dan segala yang terbaik, akhirnya bukan hanya mampu menyelesaikan sekolahnya hingga Pasca Sarjana, namun juga dalam kondisi yang sangat baik di pekerjaan maupun bisnis keluarga yang dikelolanya. “Saya merasa, ternyata ada yang menjaa saya. Kuliah bisa selesai tepat waktu, usaha membesar, dan banyak hal lainnya. Semua kemudahan itu, saya pikir justru tidak bisa saya dapatkan kalau kondisi saya normal-normal saja. Buat orang lain mungkin biasa saja, tapi bagi saya tidak. Ini Allah yang kasih,” ujarnya.



Semua kenyataan itu, ditambah dengan keyakinan pada ajaran agama yang memang memerintahkan agar setiap anak berbakti pada ibunya kian menguatkan Dhana untuk terus memegang komitmennya, mendahulukan kepentingan Ibu di atas semua urusan lainnya, termasuk memberi pengertian istri, kalau ada apa-apa antara Ibu dan istri, maka dia akan mendahulukan ibunya. “Saya sangat bersyukur diberikan pendamping seorang istri yang sangat mengerti dan memahami keadaan saya. Saya juga kadang-kadang bersenang-senang dan pergi ke mall, tapi pikiran terus terkoneksi dengan Ibu. Ketika sedang nonton, Ibu telepeon, saya bilang sedang di luar dan sebentar lagi pulang. Dan saya memang langsung pulang,” ucapnya.



Urusan Dunia pun Dipermudah



Soal bisnis, sudah biasa bagi Dhana untuk menjadwal ulang atau bahkan membatalkan pertemuan apapun, bila bersamaan dengan jadwal cuci darah ibunya. “Saya tidak peduli kehilangan kesempatan. Malah saya pikir itu lebih bagus. Daripada saya paksakan nanti malah kepikiran,” ujarnya.



Lagi-lagi kemudahan tak terduga juga kembali dirasakan Dhana ketika ia menunda sebuah pertemuan yang diprediksi akan mengalirkan keuntungan finansial dalam jumlah lumayan. Penundaan itu membuat rekan bisnisnya merasa heran dan mendesak ingin tahu penyebabnya. Dhana yang sebenarnya tidak gemar menceritakan kondisi keluarga akhirnya menjelaskan kalau hari itu dia harus mengantar ibunya cuci darah. Tak diduga, rekan bisnis itu malah sangat bersimpati dan hal itu mempermudah hubungan bisnis mereka karena dia merasa orang yang pedulidengan ibunya berarti juga orang yang bisa dipercaya.



Keseriusan Dhana menyesuaikan aktifitasnya dengan kondisi Ibu tidak berarti ia tidak smepat kemana-mana. Ke luar kota, bahkan ke lar negeri juga masih dilakukannya meski dengan berbagai persiapan ekstra. Jauh hari sebelum keberangkatan, ia berusaha maksimal agar kondisi Ibu dalam keadaan prima selama hari-hari kepergiaannya. “Kalau kondisi tidak bagus, saya tidak jadi pergi. Saya siapkan kandidat. tante saya datangkan seminggu sebelum berangkat. Saya training dulu. ketika ibu sudah merasa nyaman, baru saya tinggal,” turutnya.



Menampung Berak Ibunda dengan Kedua Tangan



Bagaimana supaya ibunya lebih nyaman, lebih bisa menikmati hidup, dan berkurang rasa sakitnya terus menjadi pusat pemikiran Dhana. Ketika ibunya tengah sakit keras dan harus buang hajat di pembaringan, Dhana tidak tega menggunakan pispot karena menurutnya benda itu terlalu keras dan nanti bisa menyakiti tulang ibunya. Sebagai gantinya, ia menengadahkan kedua tangannya dengan beralaskan tisu untuk menampungnya. “Saya biasa lihat kotoran Ibu. Dari baunya segala macam, saya bisa tahu apa makanan yang dimakannya. Warnanya kalau begini gimana, kalau ada darahnya berarti ambeien ibu sedang sedang kumat. Jadi, sekaligus memantau. Saya bilang ke pembantu, nggak apa-apa kamu jijik, itu memang bukan pekerjaan kamu, biar saya saja,” ujarnya.



Dhana menambahkan, selain agar ibunya nyaman, ia rela melakukan itu karena ia terpikir betapa dulu waktu masih kecil, ibunya juga sering melakukan hal serupa, bahkan mungkin lebih. “Ingatan dulu ibu juga melakukan ini sangat memotivasi saya. Ibu saya, melakukan lebih dibanding yang sekarang saya lakukan. kasih ibu itu luar biasa,” tuturnya.



Demi Kebahagiaan Ibunda



Ia juga mendukung sepenuhnya, dan menyediakan sarana maksimal, ketika Ibunya berniat kuliah di sebuah universitas islam untuk memperdalam agama. Bukan hanya menyediakan mobil dan sopir untuk antar jemput, namun ia juga kerap menemani ibunya terutama bila kesehatannya sedang menurun, tapi sang ibu tetap ingin kuliah.



Ketika kondisinya kian menurun, dan kemudian Ibu yang terbiasa aktif fan enerjik itu tidak bisa berjalan lagi, Dhana menelepon teman-teman kuliah ibunya agar mereka memindahkan kuliah ke rumahnya. Sejak itu, tiap hari Senin, ibu dan teman-temannya mengadakan pengajian di kediaman keluarganya di bilangan Jatiwaringin, Jakarta Timur.



“Ketika akhirnya bisa berjalan, Ibu drop lagi. Saya bilang, Ibu cuma tidak bisa jalan. Tapi yang lain tidak sakit. Tapi memang perlu waktu. Ada tindakan lain juga. Saya lebih intens bersama ibu. Saya pulang cepat. Saya tanya mau makan apa. Kalau ibu ingin sesuatu, secepatnya saya usahakan terpenuhi. Itu akhirnya bisa menaikkan mental lagi,” ujarnya.



Dhana mengakui, boleh dibilang ia over protective terhadap ibundanya. Saking inginnya sang ibu tetap nyaman dalam perjalanan, ia memilih membawa ibunya dengan ambulans untuk pulang pergi cuci darah meski sesungguhnya masih bisa duduk. Lagi-lagi dengan harapan ibunya akan lebih nyaman dan berkurang rasa sakitnya.



Ia sendiri yang menggendong Ibu dari ambulans ke tempat tidur dan sebaliknya. Ia juga dengan teliti menyiapkan sprei dan bantal sendiri untuk ibunya selama berada di ruang cuci darah yang berlangsung sekitar lima jam. Selama wawancara dengan Tarbawi pun, berkali-kali sempat terputus karena Dhana sibuk menggaruk dan mengusap bagian mana pun dari tubuh ibunya yang gatal, yang karena dalam posisi berbaring agak susah dilakukan sendiri oleh Ibu Sundari. Semuanya ia lakukan dengan lembut dan wajah cerah.



Kesyukuran dan Kesabaran



Kini sudah tiga belas tahun Dhana mengarungi hari-hari yang sepenuhnya ia persembahkan untuk Ibunya. Ia mengungkapkan dari seluruh kejadian yang ia alami, satu-satunya yang membuatnya stress dan sedih adalah ketika menyaksikan ibunya kesakitan. “Saya tidak tega melihat ibu sakit. Kalau bisa saya gantikan sakitnya, saya akan gantikan,” ujarnya.



Dhana mengakui, ia selalu meyakinkan dirinya sendiri, bahwa kondisi ibunya tidak menurun, dan karena itu , ia berharap Tuhan belum akan memanggil ibunya. “Secara fisik ya, dulu bisa berjalan sekarang tidak. Saya punya keyakinan, itu hanya masalah tulang saja. Tapi oragn-organnya selain ginjal baik. Saya selalu minta cek keseluruhan sebulan sekali,” ucapnya.



Menghabiskan belasan tahun mengabdi pada Ibu bukan berarti Dhana telah puas membahagiakan perempuan yang melahirkannya itu. Ia merasa masih ada keinginan Ibu yang belum bisa dipenuhinya, yaitu mendapatkan cucu dari Dhana yang telah menikah namun belum dikaruniai momongan.



Di mata Dhana, Ibu yang kini kerap digendongnya untuk dipindahkan dari tempat tidur ke tempat tidur yang lain tetap sosok yang luar biasa yang dicintai sekaligus dikaguminya. ia selalu teringat, ketika ayahnya wafat, ibunya begitu tabah, bahkan sempat mencoba berbisnis serta melakukan berbagai hal untuk melindungi masa depan kedua putranya, sebelum akhirnya jatuh sakit.



Selain tegar dan penuh cinta kepada kedua putranya, Dhana juga mengagumi kataatan Ibunya menjalankan ibadah. Meski sambil berbaring, ibunya tidak pernah putus shalat, bahkan mampu membaca Al Quran setiap hari. “Ibu punya energi untuk melakukan ibadah yang saya tidak miliki. Itu yang saya kagumi karena saya belum memiliki ketaatan seperti yang dimiliki Ibu. Itu mempengaruhi saya untuk dekat sama Allah. Saya seperti ini karena doa beliau,” tuturnya.



Dhana yakin, ia menjadi seperti sekarang ini, dimudahkan dalam banyak urusan kerja maupun lainnya, semua berkat da dari ibunya. “Saya merasa doanya itu luar biasa melindungi saya. Ridha Ibu itu nomor satu. Meski dalam kondisi sakit, berkah dari ridha Ibu tidak berubah. Misalnya sama Ibu sedang tidak enak, tegang, saya tidak berangkat ke kantor atau meninggalkan Ibu sebelum masalah clear. Ibu harus tertawa dulu atau tenang. paling tidak sudah bisa memaafkan saya, baru bisa enak berangkat kerja,” tandasnya.



Namun ia mengakui, bertambahnya usia memang ada hal-hal yang dia lakukan untuk melindungi ibunya. Bila dulu semasa kecil atau remaja dia sering menceritakan segala kesulitan pada Ibu, kini dia memilih untuk menyeleksi ketika hendak menceritakan masalahnya. “Kalau saya sednag ada masalah, paling saya bilang, doain ya, Bu. Saya hanya cerita detail untuk hal yang menyenangkan,” turutnya.



Berulangkali Dhana menyatakan rasa syukur karena ketika ibunya jatuh sakit belasan tahun sailam, ia menetapkan prinsip untuk menempatkan Ibu sebagai prioritas dalam hidupnya. “Say bersyukur karena telah mengambil langkah yang tepat. Kalau saya pilih masa depan, masa depan belum tentu dapat dan saya kehilangan sesuatu yang harusnya saya lakukan. Saya bersyukur, sangat bersyukur dengan kondisi seperti ini. Orang lain mungkin bilang kasihan, tapi saya bersyukur,” ujarnya.



Bagi Dhana, berlelah-lelah, dalam suka dan duka merawat Ibu, akhirnya membuahkan banyak pelajaran tentang kehidupan. Kesabaran, penerimaan, semua itu begitu dalam maknanya bagi Dhana. kesabaran pula lah, salah satu pelajaran berharga yang diakuinya turut memperbaiki kualitas dunia batinnya yang membuat nya merasa telah menjalani hidup penuh arti. Perjalanan hidup yang tak sekadar mengikuti proses biologis, namun juga menjadi perjalanan menuju pemahaman hakikat hidup dan juga hakikat mati.



disalin dari Majalah Tarbawi Edisi 164 Th.8/Ramadhan 1428 H/21 September 2007 M